Minggu, 10 Juni 2012

Harmonisasi Arema via Rekonsiliasi


Selama ini sepakbola Indonesia dipandang sebagai cabang olahraga yang masih dalam tahap pertumbuhan. Faktor yang paling kritis adalah kurangnya SDM yang mumpuni untuk mengelola sebuah klub dan kompetisi sepakbola sebagai percabangan industri, namun tidak menghilangkan sifat hiburan dan kerakyatan yang telah mendarah daging dalam sepakbola itu sendiri.

Problematika yang dihadapi sepakbola Indonesia kini bukan lagi monopoli induk olahraga sepakbola di Indonesia(PSSI) tetapi juga dihinggapi oleh sederet klub sepakbola yang terafiliasi didalamnya. Salah satunya adalah Arema, yang masih dihinggapi konflik internal selama berbulan-bulan.

Konflik Arema tidak terlepas dari peranan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki peran sangat penting didalam menentukan masa depan Arema. Upaya menyatukan lebih dari satu pihak yang berseberangan tentunya memerlukan harmonisasi dan sinergi, termasuk dalam memahami visi masing-masing pihak.

Perbedaan visi yang terdapat diantara masing-masing pihak juga menjadi salah satu perhatian sebelum salah satu kubu mengajukan penawaran rekonsiliasi. Pendeknya, rekonsiliasi mustahil terjadi secara sempurna jika pembahasan akan perbedaan tersebut tuntas dilakukan sebelum adanya sebuah kesepakatan.

Dalam memahami perbedaan tersebut tentunya juga harus mempertimbangkan faktor legal/hukum. Hal ini bisa terjadi pada penyatuan yang bersifat lebih kompleks. Banyak contoh dimana ketidakcocokan adanya penyatuan/merger tidak dapat terlaksana ketika terdapat beberapa hal yang kurang sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku.

Masalah SDM sangat relevan untuk dibutuhkan Arema. Perkembangan sepakbola Indonesia yang jalan di tempat dan berimplikasi pada langkah yang dihasilkan klub adalah bukti nyata isu SDM menjadi faktor yang dikesampingkan dalam perkembangan industri sepakbola Indonesia, dan mendapat nomor sekian dibawah faktor modal dan kapitalisasi.

Disamping itu juga harus diperhatikan bahwa penyatuan ataupun rekonsiliasi harus memperhatikan faktor masa depan Arema dan proyeksi jangka panjangnya, bukan lagi menitik beratkan pada kebutuhan Arema di esok hari.

Para stakeholder Arema, tidak terkecuali para suporter harus bisa saling memahami bagaimana kinerja badan usaha Arema beroperasi. Harus dipahami pula adanya peluang dan risiko yang timbul terhadap tindakan yang akan dilakukan. Identifikasilah setiap permasalahan di Arema dengan sedetail mungkin dan ambillah jalan tengah sebagai figur yang obyektif agar dapat memahami kebutuhan Arema di masa mendatang lebih dari sebuah keinginan untuk mempercepat rekonsiliasi.

Merujuk pada rekonsiliasi stakeholder Arema tersebut maka perlu untuk dipertimbangkan kembali platform yang akan diusung jika menginginkan adanya penyatuan di tubuh Arema. Beberapa platform yang dapat dipertimbangkan adalah :

Mewujudkan kemandirian Arema, terutama untuk kebutuhan ekonomi dan pembangunannya.
Kepentingan Arema adalah yang paling utama, terutama langkah-langkah strategis untuk mewujudkannya.
Segala potensi yang dapat dikembangkan dengan berdasar atas hak kekayaan intelektual Arema, dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan Arema.
Tujuan utama adalah profesionalisme Arema bukan profesionalisme di dalam Arema.
Mewujudkan Arema sebagai klub yang berdaulat dan bebas dari pengaruh politik dan mafia sepakbola.
Perbedaan visi dan konsep untuk membangun Arema harus menjadi salah satu perhatian utama disamping faktor legal due diligence masing-masing pihak.
Selain itu poin-poin pertimbangan yang dapat dijadikan rujukan utama jika upaya rekonsiliasi stakeholder Arema ini harus ditindaklanjuti ketahap selanjutnya, yaitu:

Upaya rekonsiliasi tidak dilandasi atas dasar keinginan pembagian jabatan di tubuh Arema ketika berakhirnya konflik.
Upaya rekonsiliasi tidak dilandasi atas dasar keinginan untuk memperoleh keuntungan populis baik secara politis maupun kekayaan materiil yang tidak sejalan dengan platform profesionalisme Arema.
Rekonsiliasi bukanlah jalan untuk sebuah aksi populis dengan jalan pemilihan orang perorang dan kelompoknya didalam manajemen Arema, khususnya jika tidak memiliki kapabilitas sebagai pribadi yang profesional dan mampu bertanggung jawab dalam membangun Arema.
Penentuan pihak yang berwenang mengelola Arema dapat dilakukan dengan azas legal due diligence agar dapat dipertanggungjawabkan konsep dan pelaksanaannya tidak melanggar AD/ART Yayasan Arema, beserta badan usaha legal dan terkait dengan Arema.
Sejumlah platform dan poin pertimbangan diatas bisa dijadikan langkah awal untuk membentuk keharmonisan sebelum atau sesudah kesepakatan. Sebelum kesepakatan dilakukan perlu melihat kecocokan visi/konsep. Jika kesepakatan terjadipun masih diperlukan untuk mempererat kecocokan. Hal ini diperlukan untuk membentuk sebuah penyatuan yang sempurna dan tidak meninggalkan lubang masalah dikemudian hari

#Salamsatujiwa

Via : Wearemania.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar